Pendidikan agama merupakan bahasan rumit dalam
kehidupan keluarga, termasuk konsep pendidikan yang dirurunkan oleh Allah Swt.
kepada umat manusia melalui Rasul-nya yang bertujuan untuk membina dan
mencerahkan jiwa manusia. Anak-anak dan
remaja menjadi perhatian khusus konsep pendidikan agama.
Mayoritas para psikolog sepakat bahwa pendidikan agama harus dimulai sejak usia dini. Dalam sistem pendidikan Islam,
masalah ini juga mendapat perhatian khusus. Penelitian para psikolog
membuktikan bahwa anak-anak pada usia empat tahun mulai menunjukkan
kecenderungan kepada agama. Sebenarnya pada usia tersebut, anak-anak telah
memulai ekspedisi mencari Sang Pencipta.
Imam Muhammad al-Baqir as berkata, “Ajarilah kalimat
syahadah kepada anak-anak saat mereka berusia tiga tahun, dan ketika menginjak
usia empat tahun, kenalilah mereka dengan kenabian nabi Muhammad Saw, dan
ajarilah mereka berwudhu dan shalat saat berusia tujuh tahun.”
Menurut para psikolog, seiring bertambahnya usia seorang anak
muncul tiga kecenderungan untuk beragama. Pertama, rasa untuk beragama pada
diri anak akan tumbuh dan berkembang. Pada tahap kedua, akan muncul keraguan
pada dirinya tentang ajaran agama. Dan tahap berikutnya, ia mulai menemukan
berbagai pertanyaan akibat keraguannya tersebut. Pada tahap ini, orang tua
harus memperhatikan dengan serius setiap pertanyaan yang diajukan anak-anaknya
dan jangan sampai menyinggung perasaan mereka dengan mengabaikannya. Terkadang
sikap keliru yang ditunjukkan orang tua atau para pendidik dalam menyikapi pertanyaan
ini membuat anak-anak kian menjauhi agama. Hal ini merupakan salah satu kendala
dalam pendidikan agama.
Poin penting lainnya dalam pendidikan agama terhadap seorang anak
adalah menyiapkan kesempatan dan iklim baik dalam lingkungan keluarga. Rasulullah
Saw memberikan empat pesan dalam mendidik anak. Beliau bersabda, “Mintalah
anak-anak kalian mengerjakan pekerjaan sesuai dengan kemampuannya dan jangan
menuntut lebih dari mereka, jangan paksa mereka melakukan perbuatan maksiat,
jangan berbohong kepada mereka dan jangan menghina serta melecehkan mereka.”. Pesan
Nabi tersebut membuat kita memahami sejumlah metode untuk mendidik anak.
Pertama, memahami dengan benar kriteria serta perasaan anak sangat penting.
Kedua, perilaku kasih sayang orang tua sangat mempengaruhi perkembangan anak.
Sikap toleran dalam menghadapi perilaku
anak dapat memperkokoh hubungan antara orang tua dan anak-anaknya. Jika
hubungan antara anak dan orang tuanya harmonis maka ia tidak akan mencari kasih
sayang di luar rumah. Dan orang tua menjadi panutan yang baik bagi
anak-anaknya. Oleh karena itu, Rasul menganjurkan orang tua untuk tidak
membebani anak-anaknya pekerjaan yang di luar kemampuan mereka.
Dr. Abdul Adhim Karemi ketika menyebutkan proses pendidikan agama
mengatakan, “Pendidikan agama mengutamakan untuk mempersiapkan audiensnya.
Dalam tahap ini kita harus memperhatikan persiapan fisik, mental, perasaan dan
pemikiran anak-anak. Langkah pertama adalah kita harus mengupayakan anak-anak
untuk siap menerima pendapat dan bimbingan orang lain. Misalnya, jika kita
menghidangkan makanan yang lezat di hadapan orang yang kenyang maka pasti ia
tidak mempunyai selera untuk memakan hidangan tersebut. Dan jika kita
memaksanya untuk makan, maka ia akan berakibat fatal sehingga ia membenci makanan.
Hal ini disebabkan karena ia tidak memiliki kesiapan yang cukup untuk memakan
hidangan tersebut. Berbeda dengan orang yang lapar, ia tidak membutuhkan
paksaan untuk makan. Andaikan kita memberinya makanan yang sederhana sekalipun
maka ia akan memakannya.”
Poin penting lainnya dalam pendidikan agama adalah memanfaatkan
berbagai metode dan fasilitas khusus. Terkadang kita dapat memanfaatkan cerita
agama. Selain mampu meningkatkan daya fikir dan pengetahuan anak, cerita
tersebut dapat menumbuhkan rasa beragama dalam diri anak-anak. Selain itu,
membawa serta anak-anak dalam ritual keagamaan dan masjid juga berpengaruh
besar dalam pendidikan agama. Namun dengan catatan hal ini membawa kesan baik
bagi anak.
Membawa anak berziarah ke tempat suci dan mengikutsertakan mereka
dalam kelompok-kelompok keagamaan merupakan sarana untuk mengokohkan rasa
religius dalam diri anak. Ada kalanya permainan juga dapat dijadikan sarana
untuk mengajarkan pelajaran agama kepada anak.
Akhirnya, pendidikan agama bagi anak-anak berarti menumbuhkan
kemampuan terpendam dalam diri mereka. Mengembangkan rasa religius anak dapat
membantu orang tua untuk mempersiapkan perspektif agamis anak dalam memandang
kehidupan. Perspektif ini memposisikan anak sebagai sumber sejati hakikat dan memberikan
ketenangan ruhani pada mereka. Kebutuhan anak akan pemahaman arti kehidupan
dapat dipenuhi di lingkungan keluarga. Pemahaman anak akan Tuhan, dunia dan
serta kehidupan di dunia serta akhirat tergantung pada pengetahuan agama orang
tua dan pendidik. Selain itu, cara penyampaian para orang tua kepada anak-anaknya
juga sangat berpengaruh.
Orang tua yang sukses dengan baik memahami cara menumbuhkan rasa
religius anak dengan cara menarik kepercayaan dan kasih sayang serta
menciptakan keakraban. Orang tua yang baik juga memahami dengan benar bagaimana
mereka memenuhi rasa dahaga anak-anaknya tentang pengetahuan agama melalui
metode yang benar.
Dapat ditarik
kesimpulan bahwa pendidikan agama pada anak sangat diperlukan bagi anak
tersebut. Hal itu akan membuat karakter anak semakin baik tentang agamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar